Senin, 23 Mei 2016

ASUHAN KEPERAWATAN MENINGITIS

ASUHAN KEPERAWATAN MENINGITIS

Saya memilih kasus “Meningitis” karena penatalaksanaan utama untuk pasien meningitis lebih banyak menggunakan terapi medis, sedangkan penatalaksanaan konservatif oleh perawat masih sedikit. Meningitis menurut saya adalah peradangan selaput otak akibat inveksi bakteri atau virus, bisa karena inveksi langsung (luka terbuka atau cedera kepala langsung) atau penyebaran inveksi dari anggota tubuh yang lain. Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal & spinal column yg menyebabkan proses infeksi pada system saraf pusat (Suriadi, dkk. Asuhan Keperawatan pada Anak, ed.2, 2006). Meningitis adalah infeksi ruang subaraknoid & leptomeningen yg dikarenakan karena aneka organisme pathogen (Jay Tureen. Buku Ajar Pediatri Rudolph,vol.1, 2006). Oleh karena meningitis bersumber dari bakteri atau virus jadi penatalaksanaan medis yang utama adalah pemberian antibiotik dan anti-inlamasi untuk mengatasi peradangan yang ada. Sedangkan penatalaksanaan oleh perawat hanyalah sebatas terapi untuk mengatasi efek samping dari inveksi, misalnya penatalaksanaan mual-muntah, anoreksia, defisit perawatan diri dan gangguan nutrisi. Berdasarkan uraian di atas, saya ingin mengetahui lebih dalam tentang meningitis sehingga saya bisa memahami apa saja kompetensi perawat dalam menangani pasien meningitis.
Secara umum tanda gejala dari meningitis adalah sakit kepala dan demam yang merupaka gejala awal yang sering terjadi. Terjadi perubahan pada tingkat kesadaran, yaitu dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb: Rigiditas nukal atau kaku leher (upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher), tanda kernik positif (ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna), tanda brudzinki (bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan pinggul, bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan). Pasien meningitis juga akan mengalami foto fobia atau sensitif yang berlebihan pada cahaya, kejang akibat area  fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-tanda vital (melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata.
Untuk memastikan diagnosa keperawatan dan intervensi yang dibutuhkan oleh pasien meningitis maka seorang Nurse harus melakukan Pengkajian Keperawatan. Ada beberapa metode pengkajian yang ada, misal: pengkajian per-sistem, pengkajian head-to-toe, dan pengkajain 11 pola Gordon. Dalam artikel ini saya akan melakukan pengkajian pasien meningitis dengan menggunakan 11 Pola Gordon dan yang saya kaji sebatas pengkajian pada Pola Nutrisi, Pola Eliminasi, Pola Latihan-Aktivitas dan Pola Istirahat-Tidur,
Menurut Potter (1996), pola pengkajian fungsional menurut Gordon adalah bahwa pola fungsional Gordon ini mempunyai aplikasi luas untuk para perawat dengan latar belakang praktek yang beragam model pola fungsional kesehatan terbetuk dari hubungan antara klien an lingkungan dan dapat diguakn untuk perseorangan, keluarga, dan omunitas. Setiap pola merupakan suatu rangkaian perilaku yang mmbantu perawat mengumpulkan, mengorganisasikan dan memilah-milah data. Di dalam pengkajian Pola Nutrisi menggambarkan masukan nutrisi; keseimbangan cairan dna elektrolit, kondisi kulit, rambut dan kuku. Pengkajian Pola Eliminasi menggambarkan pola fungsi ekskresi usus, kandung kemih dan kulit. Pengkajian Pola Aktivitas-Latihan, menggambarkan pola latihan dan aktivitas, fungsi pernapasan dan sirkulasi. Sedangkan Pola Istirahat-Tidur, menggambarkan pola tidur, istirahat, dan persepsi tentang tingkat energi
Dalam Pola Nutrisi yang harus dikaji adalah asupan nutrisi pasien baik selama sehat maupun selama sakit. Saat sehat anak makan normal sebanyak 3x sehari atau lebih, tetapi selama sakit anak akan mengalami anoreksia atau kehilangan nafsu makan sehingga anak bisa kekurangan nutrisi. Biasanya anak juga akan mengalamami mual-muntah sehingga anak bisa kehilangan berat badan secara bertahap. Kita juga perlu mengkaji apakah anak sedang menjalani diet khusus atau tidak.
Dalam Pola Eliminasi yang harus kita kaji adalah konsistensi ekskresi harian pasien, baik itu berupa feses, urine maupun keringat selama sehat dan selama sakit. Perlu dikaji keluaran feses dari volume, tekstur dan warna setiap kali buang air besar. Keluaran urine juga dikaji volume, warna dan bau. Sedangkan untuk ekskresi keringan dikaji apakah anak mengeluarkan keringat berlebihan atau tidak dan baunya, jika anak mengeluarkan keringan berlebihan dan terus menerus bisa mengakibatkan pasien mengalami dehidrasi.
Dalam Pola Aktivitas-Latihan kita perlu mengkaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari baik selama sehat maupun selama sakit. Perlu dikaji tentang kekuatan otot pasien dengan menggunakan skala kekuatan otot. Kemampuan klien dalam menata diri apabila tingkat kemampuan 0: mandiri (pasien bisa malakukan semua aktivitas sendiri), 1: pasien menggunakan alat bantu untuk beraktivitas, 2: pasien membutuhkan bantuan orang lain dalam beraktivitas, 3 : pasien membutuhkan bantuan orang lain dan juga alat bantu untuk beraktivitas, dan 4 : tergantung dalam melakukan semua ADL, kekuatan otot dan Range Of Motion, riwayat penyakit jantung, frekuensi, irama dan kedalam nafas, bunyi nafas riwayat penyakit paru.
Dalam Pola Istirahat Tidur kita perlu mengkaji tentang istirahat pasien selama sehat dan selama sakit. Istirahat yang dimaksud tidak hanya istirahat berupa tidur, tetapi juga istirahat ketika klien hanya melakukan kegiatan santai misalnya menonton TV atau sekedar membaca koran. Dalam istirahat tidur perlu dikaji tentang lama tidur, frekuensi, kualitas tidur, adakah gangguan selama tidur, mimpi buruk, insomnia, penggunaan obat-obatan yang mempengaruhi tidur, dll. Sedangkan istirahat dengan melakukan aktivitas ringan dikaji tentang jenis kegiatan, berapa lama dikerjakan, seberapa sering dilakukan dan respon klien selama melakukan kegiatan santai.
Setelah melakukan pengkajian dengan melakukan 11 Pola Gordon maka akan didapatkan beberapa data untuk membantu menegakkan diagnosa keperawatan. Ada tiga jenis data utama yaitu Data Subyektif (data yang bersumber dari ungkapan langsung pasien maupun keluarga pasien) dan Data Obyektif (data akurat yang bersumber dari pemeriksaan oleh Nurse, biasanya dilengkapi dengan skala angka dan tanda fisik pasti yang ada di tubuh pasien oleh pengamatan seorang Nurse) dan Data Penunjang (dapat berupa hasil Laboratorium maupun hasil Radiologi)
Diagnosa keperawatan yang sering ditemukan pada pasien meningitis ada banyak, tetapi saya hanya akan mengambil beberapa diantaranya yaitu: (1) gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral yang mengubah/menghentikan darah arteri/virus, (2) risiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kejang umum/fokal, kelemahan umum, (3) gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan, (4) perubahan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan myelin pada akson dan whitematter, (5) hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi, (6) resiko tinggi infeksi berhubungan dengan sepsis, dan (7) nyeri berhubungan dengan proses penyakit.
Setelah memberikan diagnosa maka diperlukan intervensi keperawatan atau tindakan yang akan kita lakukan untuk mengatasi diagnosa, intervensi dibuat sesuai dengan diagnosa sehingga diagnosa pasien bisa teratasi atau berkurang. Intervensi untuk diagnosa yang saya sebutkan di atas adalah sbb:

DIAGNOSA
INTERVENSI
RASIONAL
Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi

Tujuan : Nyeri klien berkurang
KH: Skala nyeri menjadi > 4   

Mandiri
Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin di atas mata, berikan posisi yang nyaman kepala agak tinggi sedikit, latihan rentang gerak aktif atau pasif dan masage otot leher.
Meningkatkan vasokonstriksi, penumpukan resepsi sensori yang selanjutnya akan menurunkan nyeri

Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman(kepala agak tinggi)
Menurunkan iritasi meningeal, resultan ketidaknyamanan lebih lanjut

Berikan latihan rentang gerak aktif/ pasif.
Dapat membantu merelaksasikan ketegangan otot yang meningkatkan reduksi nyeri atau tidak nyaman tersebut

Gunakan pelembab hangat pada nyeri leher atau pinggul
Meningkatkan relaksasi otot dan menurunkan rasa sakit/ rasa tidak nyaman

Kolaborasi
Berikan analgetik, asetaminofen, codein

Mungkin diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat



Risiko tinggi terhadap terjadinya infeksi berhubungan dengan sepsis.


Mandiri
Beri tindakan isolasi sebagai pencegahan

Pada fase awal meningitis, isolasi mungkin diperlukan sampai organisme diketahui/dosis antibiotik yang cocok telah diberikan untuk menurunkan resiko penyebaran pada orang lain
Tujuan : Meminimalkan proses penyebaran infeksi

Pertahankan teknik aseptik dan teknik cuci tangan yang tepat.
Menurunkan resiko pasien terkena infeksi sekunder. Mengontrol penyebaran sumber infeksi
KH: Leukosit normal 10.000-40.000
Tidak ditemukan tanda-anda inflamasi

Ubah posisi pasien secara teratur, dianjurkan nafas dalam
Memobilisasi secret dan meningkatkan kelancaran secret yang akan menurunkan resiko terjadinya komplikasi terhadap pernapasan

Kolaborasi
Berikan terapi antibiotik iv: penisilin G, ampisilin, klorampenikol, gentamisin.

Obat yang dipilih tergantung pada tipe infeksi dan sensitivitas individu



Gangguan perfusi jaringan serebral b.d edema serebral yang mengubah/ menghentikan darah arteri/virus
Mandiri
Tirah baring dengan posisi kepala datar.

Perubahan tekanan CSS mungkin merupakan potensi adanya resiko herniasi batang otak yang memerlukan tindakan medis dengan segera
Tujuan : Perfusi jaringan menjadi adekuat
Bantu berkemih, membatasi batuk, muntah mengejan.
Aktivitas seperti ini akan meningkatkan tekanan intratorak dan intraabdomen yang dapat men9ingkatkan TIK.
KH : Kesadaran kompos mentis     

Kolaborasi.
Tinggikan kepala tempat tidur 15-45 derajat.

Peningkatanaliran vena dari kepal akna menurunkan TIK

Berikan cairan iv (larutan hipertonik, elektrolit ).
Meminimalkan fluktuasi dalam aliran vaskuler dan TIK.

Berikan obat : steroid, clorpomasin, asetaminofen
Menurunkan permeabilitas kapiler untuk membatasi edema serebral, mengatasi kelainan postur tubuh atau menggigil yang dapat meningkatkan TIK, menurunkan konsumsi oksigen dan resiko kejang



Risiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kejang umum/lokal, kelemahan umum.
Mandiri
Pertahankan penghalang tempat tidur tetap terpasang dan pasang jalan nafas buatan

Melindungi pasien bila terjadi kejang
Tujuan             : Mengurangi risiko cidera akibat kejang
Tirah baring selama fase akut
Menurunkan resiko terjatuh/trauma ketika terjadi vertigo, sinkop, atau ataksia
KH : Tidak ditemukan cidera selama kejang

Kolaborasi
Berikan obat : venitoin, diaepam, venobarbital.

Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang



Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan.
Bantu latihan rentang gerak.
Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi/posisi normal akstremitas dan menurunkan terjadinya vena yang statis
Tujuan : Klien dapat beraktifitas kembali dengan normal
Berikan perawatan kulit, masase dengan pelembab.
Meningkatkan sirkulasi, elastisitas kulit, dan menurunkan resiko terjadinya ekskoriasi kulit
KH :Klien tidak merasa lemah
Berikan matras udara atau air, perhatikan kesejajaran tubuh secara fumgsional.
Menyeimbangkan tekanan jaringan, meningkatkan sirkulasi dan membantu meningkatkan arus balik vena untuk menurunkan resiko terjadinya trauma jaringan.

Berikan program latihan dan penggunaan alat mobilisasi.
Proses penyembuhan yang lambat seringkali menyertai trauma kepala dan pemulihan secara fisik merupakan bagian yang amat penting dari suatu program pemulihan tersebut.



Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan myelin pada akson dan whitematter
Mandiri
Hilangkan suara bising yang berlebihan.

Menurunkan ansietas, respons emosi yang berlebihan/bingung yang berhubungan dengan sensorik yang berlebihan
Tujuan : Meminimalkan perubahan persepsi sensori
Validasi persepsi pasien dan berikan umpan balik.
Membantu pasien untuk memisahkan pada realitas dari perubahan persepsi
KH: Klien dapat mengontrol emosi dirinya

Beri kesempatan untuk berkomunikasi dan beraktivitas.
Menurunkan frustasi yang berhubungan dengan perubahan kemampuan/pola respons yang memanjang



Kolaborasi ahli fisioterapi
Terapi okupasi,wicara dan kognitif.

Pendekatan antardisiplin dapat menciptakan rencana penatalaksanaan terintegrasi yang didasarkan atas kombinasi kemampuan/ketidakmampuan secara individu yang unik dengan berfokus pada fungsi fisik, kognitif, dan keterampilan perceptual



Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.
Mandiri
Berikan kompres hangat

Pengeluaran panas secara konduksi
Tujuan : suhu tubuh kembali normal.
KH : suhu tubuh 36,5 - 37,5 ° C

Anjurkan klien untuk menggunakan baju yang tipis.
Pengeluaran panas secara evaporasi

Observasi Suhu tubuh klien
Menentukan keberhasilan tindakan

Kolaborasi
Berikan antipiretik.

Membantu menurunkan suhu tubuh


Sumber : 

Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G.(2001).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.Alih bahasa, Agung Waluyo,dkk.Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester.Ed.8.Jakarta : EGC.
Erathenurse. 2007. Askep pada meningitis. http://erathenurse.blogspot.com/2007/12/askep-pada-meningitis.html. Di akses tanggal 20 Mei 2016 pukul 18.40 
Farinqhustank. 2008. Meningitis .http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/kedokteran/meningitis. Di akses tanggal 20 Mei 2016 pukul 18.40
Anonymous. 2010. Disitasi http://nursingbegin.com/askep-meningitis/. Diakses tanggal 20 Mei 2016.
Farly, Augus. 2010. Disitasihttp://augusfarly.wordpress.com/2010/07/29/asuhan-keperawatan-meningitis/. Diakses tanggal 20 Mei 2016
Anonymous. Disitasi http://health.allrefer.com/pictures-images/kernigs-sign-of-meningitis.html. Diakses tanggal 20 Mei 2016

Senin, 08 Juni 2015

ANALISIS KORELASI SEDERHANA DENGAN SPSS

Analisis korelasi sederhana (Bivariate Correlation) digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua variabel dan untuk mengetahui arah hubungan yang terjadi. Koefisien korelasi sederhana menunjukkan seberapa besar hubungan yang terjadi antara dua variabel. Dalam SPSS ada tiga metode korelasi sederhana (bivariate correlation) diantaranya Pearson Correlation, Kendall’s tau-b, dan Spearman CorrelationPearson Correlation digunakan untuk data berskala interval atau rasio, sedangkan Kendall’s tau-b, dan Spearman Correlation lebih cocok untuk data berskala ordinal.
Pada bab ini akan dibahas analisis korelasi sederhana dengan metode Pearson atau sering disebut Product Moment Pearson. Nilai korelasi (r) berkisar antara 1 sampai -1, nilai semakin mendekati 1 atau -1 berarti hubungan antara dua variabel semakin kuat, sebaliknya nilai mendekati 0 berarti hubungan antara dua variabel semakin lemah. Nilai positif menunjukkan hubungan searah (X naik maka Y naik) dan nilai negatif menunjukkan hubungan terbalik (X naik maka Y turun).
Menurut Sugiyono (2007) pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi sebagai berikut:
0,00    -   0,199    = sangat rendah
0,20    -   0,399    = rendah
0,40    -   0,599    = sedang
0,60    -   0,799    = kuat
0,80    -   1,000    = sangat kuat
Contoh kasus:
Seorang mahasiswa bernama Andi melakukan penelitian dengan menggunakan alat ukur skala. Andi ingin mengetahui apakah ada hubungan antara kecerdasan dengan prestasi belajar pada siswa SMU Negeri 1 Yogyakarta, dengan ini Andi membuat 2 variabel yaitu kecerdasan dan prestasi belajar. Tiap-tiap variabel dibuat beberapa butir pertanyaan dengan menggunakan skala Likert, yaitu angka 1 = Sangat tidak setuju, 2 = Tidak setuju, 3 = Setuju dan 4 = Sangat Setuju. Setelah membagikan skala kepada 12 responden didapatlah skor total item-item yaitu sebagai berikut:

                 Tabel. Tabulasi Data (Data Fiktif)
Subjek
Kecerdasan
Prestasi Belajar
1
33
58
2
32
52
3
21
48
4
34
49
5
34
52
6
35
57
7
32
55
8
21
50
9
21
48
10
35
54
11
36
56
12
21
47
                                          
Langkah-langkah pada program SPSS
Ø  Masuk program SPSS
Ø  Klik variable view pada SPSS data editor
Ø  Pada kolom Name ketik x, kolom Name pada baris kedua ketik y.
Ø  Pada kolom Decimals ganti menjadi 0 untuk variabel x dan y
Ø  Pada kolom Label, untuk kolom pada baris pertama ketik Kecerdasan, untuk kolom pada baris kedua ketik Prestasi Belajar.
Ø  Untuk kolom-kolom lainnya boleh dihiraukan (isian default)
Ø  Buka data view pada SPSS data editor, maka didapat kolom variabel x dan y.
Ø  Ketikkan data sesuai dengan variabelnya
Ø  Klik Analyze - Correlate - Bivariate
Ø  Klik variabel Kecerdasan dan masukkan ke kotak Variables, kemudian klik variabel Prestasi Belajar dan masukkan ke kotak yang sama (Variables).
Ø  Klik OK, maka hasil output yang didapat adalah sebagai berikut:

                  Tabel. Hasil Analisis Korelasi Bivariate Pearson


Dari hasil analisis korelasi sederhana (r) didapat korelasi antara kecerdasan dengan prestasi belajar (r) adalah 0,766. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan yang kuat antara kecerdasan dengan prestasi belajar. Sedangkan arah hubungan adalah positif karena nilai r positif, berarti semakin tinggi kecerdasan maka semakin meningkatkan prestasi belajar.

    Uji Signifikansi Koefisien Korelasi Sederhana (Uji t)
Uji signifikansi koefisien korelasi digunakan untuk menguji apakah hubungan yang terjadi itu berlaku untuk populasi (dapat digeneralisasi). Misalnya dari kasus di atas populasinya adalah siswa SMU Negeri 1 Yogyakarta dan sampel yang diambil dari kasus di atas adalah 12 siswa SMU Negeri 1 Yogyakarta, jadi apakah hubungan yang terjadi atau kesimpulan yang diambil dapat berlaku untuk populasi yaitu seluruh siswa SMU Negeri 1 Yogyakarta.

Langkah-langkah pengujian sebagai berikut:
1.   Menentukan Hipotesis
Ho : Tidak ada hubungan secara signifikan antara kecerdasan dengan prestasi belajar
Ha : Ada hubungan secara signifikan antara kecerdasan dengan prestasi belajar
2.   Menentukan tingkat signifikansi
            Pengujian menggunakan uji dua sisi dengan tingkat signifikansi a = 5%. (uji dilakukan 2 sisi karena untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan yang signifikan, jika 1 sisi digunakan untuk mengetahui hubungan lebih kecil atau lebih besar).
Tingkat signifikansi dalam hal ini berarti kita mengambil risiko salah dalam mengambil keputusan untuk menolak hipotesa yang benar sebanyak-banyaknya 5% (signifikansi 5% atau 0,05 adalah ukuran standar yang sering digunakan dalam penelitian)
3.   Kriteria Pengujian
Ho diterima jika Signifikansi > 0,05
            Ho ditolak jika Signifikansi < 0,05
4.   Membandingkan signifikansi
Nilai signifikansi 0,004 < 0,05, maka Ho ditolak.

 5.  Kesimpulan
Oleh karena nilai Signifikansi (0,004 < 0,05) maka Ho ditolak, artinya bahwa ada hubungan secara signifikan antara kecerdasan dengan prestasi belajar. Karena koefisien korelasi nilainya positif, maka berarti kecerdasan berhubungan positif dan signifikan terhadap pretasi belajar. Jadi dalam kasus ini dapat disimpulkan bahwa kecerdasan berhubungan positif terhadap prestasi belajar pada siswa SMU Negeri 1 Yogyakarta.